Israel Ingin Hubungan Istimewa Dengan Indonesia 6 Hal Yang Perlu Anda Tahu
Pernyataan tersebut banyak diartikan sebagai keinginan Israel untuk membuka hubungan diplomatik dengan Indonesia, wujud hubungan antar negara yang belum pernah tercetus diinginkan oleh pihak Indonesia.
Apakah Indonesia dan Israel selama ini benar-benar tidak memiliki hubungan? Apa pentingnya sebuah hubungan diplomatik? Inilah 6 hal yang perlu Anda tahu terkait hubungan Indonesia-Israel.
Apa kata Netanyahu?
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Minggu (14/10), mengungkapkan keinginannya untuk menjalin hubungan diplomatik dengan Indonesia, seperti dilansir koran online yang berbasis di Israel, Times of Israel.
“Indonesia sangat, sangat penting bagi kita. Indonesia adalah negara yang sangat penting. Juga adalah salah satu negara terakhir di bumi yang tidak memiliki hubungan yang terbuka dan kuat dengan Israel. Mayoritas negara lain sudah,” ungkap Netanyahu pada sebuah konferensi internasional wartawan-wartawan Kristen, di Yerusalem.
PM Israel Netanyahu menyebut ingin menjalin hubungan “luar biasa” dengan Indonesia.Dari total 193 negara anggota Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), ada 32 negara yang tidak mengakui atau tidak menjalin hubungan diplomatik dengan Israel.
Sebagian besar dari 32 negara tersebut adalah negara-negara di Timur Tengah dan anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI).
“Terdapat lebih dari 200 juta warga Indonesia. Ada Muslim. Sebanyak puluhan juta orang menganut Kristen… Kami ingin menjalin hubungan istimewa dengan mereka,” lanjut Netanyahu.
Pernyataan sang perdana menteri itu disebut Times of Israel merupakan jawaban dari pertanyaan yang diajukan Monique Rijkers, salah seorang wartawan dan “aktivis pro-Israel” dari Jakarta yang ikut dalam konferensi itu.
Merujuk keputusan Israel dan Indonesia yang pada Juni 2018 sempat saling melarang masuk turis dari negara masing-masing, Monique meminta Netanyahu untuk “membuka negaranya agar para peziarah asal Indonesia, bisa bebas berkunjung ke Israel”.
Yerusalem adalah kota suci bagi tiga agama: Islam, Kristen, dan Yahudi.Sampai tulisan ini diturunkan, belum ada komentar dari pemerintah Indonesia terkait pernyataan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu tersebut.
Namun, dalam berbagai pernyataan, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), baik lewat Menteri Luar Negeri Retno Marsudi ataupun Juru Bicara Kemenlu, Arrmanatha Nasir menyebut Indonesia tidak akan membuka hubungan diplomatik dengan Israel, ‘sampai kemerdekaan Palestina benar-benar terwujud’.
Ada apa dengan hubungan diplomatik?
Hingga saat ini tidak ada hubungan diplomatik antara Indonesia dan Israel.
Ini berarti tidak ada kontak dan komunikasi permanen antara kedua negara. Indonesia dan Israel juga tidak saling mengirim diplomat. Alhasil, tidak ada kantor perwakilan atau kedutaan Israel di Indonesia dan sebaliknya.
Peziarah nasrani beribadah di Yerusalem.Meski begitu, tidak adanya hubungan diplomatik bukan berarti tidak ada hubungan apa-apa antara Indonesia dan Israel.
Yang paling jelas terlihat adalah terkait wisata reliji. Warga Indonesia, baik yang nasrani maupun muslim kerap berziarah ke Yerusalem, Israel.
Karena tidak ada hubungan diplomatik antara kedua negara, maka pengajuan visa biasanya dilakukan dalam grup oleh agen perjalanan di Indonesia dan disampaikan ke agen lokal di Israel.
Bentuk visa yang diberikan Israel adalah paper visa, lembaran yang tidak ditempel di paspor dan berisi nama-nama orang yang diizinkan berkunjung.
Sementara bagi warga Israel yang ingin berkunjung ke Indonesia, dapat mengajukan visa di Kedutaan Indonesia di negara ketiga, misalnya di Singapura atau Thailand. Biayanya disebut sebesar US$600 atau sekitar Rp9 juta.
Sejumlah warga Indonesia menentang Israel terkait sikap negara itu pada Palestina.Lalu, apa pentingnya hubungan diplomatik antara dua negara?
Hubungan diplomatik penting bagi sebuah negara untuk menjalankan visi dan misi hubungan internasionalnya.
Dengan dibukanya hubungan diplomatik, maka sebuah negara memiliki perwakilan di negara lain yang bisa mempertanyakan berbagai kebijakan yang diambil, dan bahkan melakukan persuasi diplomatik jika kebijakan tersebut dinilai merugikan.
Tarik-ulur, buka-tutup pemberian visa
Meskipun begitu, hubungan Indonesia dan Israel yang ‘sederhana’ itu sempat menghadapi gejolak pada pertengahan 2018. Indonesia dan Israel sempat saling melarang kunjungan warga negara satu sama lain.
Hal ini bermula ketika pada pertengahan Mei 2018, pemerintah Indonesia tidak lagi memberikan visa dan melarang warga Israel berkunjung, sebagai protes atas tewasnya puluhan warga Palestina oleh tentara Israel di Jalur Gaza.
Sebagai aksi balasan, Israel pun mulai 9 Juni 2018, melarang seluruh pemegang paspor Indonesia berkunjung ke Israel, membuat mereka yang telah memiliki visa untuk berziarah ke Yerusalem, kebingungan.
Juru bicara Kemenlu Israel, Emmanuel Nahshon, pada Rabu (30/05), menyebut “Israel telah berusaha mengubah keputusan Indonesia. Namun, langkah yang kami lakukan tampaknya gagal. Hal itu mendorong kami melakukan tindakan balasan.”
Konflik antara warga Palestina dan Tentara Israel masih kerap terjadi di Jalur Gaza.Namun, Israel pada Rabu (27/06), mencabut larangan kunjungan dan pemberian visa pada warga Indonesia tersebut.
Emmanuel Nahshon mencuit bahwa larangan itu tidak lagi berlaku setelah “pemerintah Indonesia juga mencabut larangan kunjungan bagi turis Israel. Berita bagus.”
Sebelumnya, pelaku industri pariwisata Israel diungkapkan mengkritik kebijakan larangan kunjungan bagi warga Indonesia, karena mengancam pemasukan mereka. Sekitar 30.000 peziarah nasrani asal Indonesia mengunjungi Israel setiap tahunnya.
Kementerian Luar Negeri selama ini menegaskan hubungan diplomatik bukan opsi untuk Israel.Sementara di sisi Indonesia, Juru bicara Kemenlu, Arrmanatha Nasir menegaskan tidak pernah ada “komunikasi rahasia” dengan Israel, terkait pencabutan larangan itu.
“Pemberian visa itu adalah hak masing-masing negara. Soal visa ini adalah isu teknis, bisa ditanyakan langsung kepada instansi terkait yang menangani masalah ini yaitu imigrasi,” tutur Arrmanatha pada akhir Juni.
Dari jual beli pesawat tempur hingga kunjungan Gus Dur
Jika dilihat lebih jauh ke belakang, hubungan Indonesia dan Israel telah terjalin dalam berbagai bentuk.
Dalam bukunya Douglas A-4 Skyhawk : Attack and Close Support Fighter Bomber (2004), Jim Winchester menulis Indonesia pernah membeli pesawat A-4 Skyhawk dari Israel.
Pembelian pesawat tempur itu dilakukan “secara rahasia” melalui perantara Amerika, karena Indonesia tidak punya hubungan diplomasi dengan Israel.
“Empat belas single-seat dan dua two-seat Skyhawk dikirim pada November 1979,” tulis Winchester.
Dan tidak hanya itu, penerbang TNI Angkatan Udara juga dilatih untuk menerbangkan Skyhawk di Israel. Pengalaman ini diceritakan Djoko Poerwoko dalam buku biografinya, Menari di Angkasa (2007).
Djoko menyebut dia dan sembilan perwira lainnya diterbangkan ke Israel untuk berlatih dengan instruktur Israel. Program terkait pembelian pesawat Skyhawk ini kemudian dikenal sebagai Operasi Alpha.
Indonesia pernah membeli pesawat tempur dari Israel pada akhir 1970an.Masih di masa pemerintahan Presiden Soeharto, Perdana Menteri Israel, Yitzhak Rabin, pernah menemui Presiden Soeharto secara diam-diam di kediamannya di Jalan Cendana, Jakarta Pusat, pada Oktober 1993. Pertemuan itu berlangsung selama satu setengah jam.
Sejumlah media kala itu menyebutkan bahwa PM Israel itu meminta agar Indonesia, sebagai Ketua Gerakan Nonblok, lebih aktif mendorong negara-negara Arab agar mendukung upaya perdamaian Israel-Palestina.
Ada pula yang menuliskan bahwa kunjungan Rabin adalah bentuk upaya negosiasi agar Indonesia mau menjalin hubungan diplomasi dengan Israel, apalagi sebelumnya telah terjadi jual-beli pesawat Skyhawk.
PM Israel Yitzhak Rabin pernah bertemu Presiden Soeharto pada 1993 lalu.Lebih jauh lagi, pada tahun 2001, Presiden Abdurrahman Wahid, melalui surat keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Luhut Binsar Pandjaitan, mewujudkan hubungan dagang Indonesia-Israel, meskipun tanpa adanya hubungan diplomatik.
Keputusan itu sempat mendapat penolakawan dari lawan-lawan politiknya, terutama dari kalangan kelompok Islam yang menolak hubungan apapun dengan pemerintah Israel.
Hubungan dagang tetap berjalan
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), selama lima bulan pertama 2018, Indonesia mengekspor lemak, minyak nabati dan hewani ke Israel, dengan total nilai sekitar US$13 juta atau sekitar Rp198 miliar.
Indonesia juga mengekspor alas kaki ke Israel, dengan nilai US$6,4 juta atau Rp97 miliar.
“Nilainya kecil,” tegas Kepala BPS Suhariyanto.
Hubungan ekspor-impor terus terjadi antara Indonesia dan Israel.Tidak hanya ekspor, Indonesia sejak awal tahun 2000an juga aktif mengimpor berbagai barang dari Israel.
Meskipun begitu, nilai impor ini terus menurun dari tahun ke tahun. Berdasarkan data BPS, jika nilai impor dari Israel pada 2012 mencapai US$183,9 juta atau Rp2,8 triliun, angkanya turun menjadi US$103,1 atau Rp1,6 triliun pada 2016.
Kebanyakan yang diimpor dari Israel adalah “produk kimia”, seperti gula fruktosa, sirup dan alkohol.
Presiden Joko Widodo sendiri pada Konferensi Tingkat Tinggi OKI, Maret 2016 lalu, tegas menyuarakan boikot terhadap “produk Israel yang dihasilkan di wilayah pendudukan”.
Apa kata netizen?
Pernyataan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu yang ingin membuka hubungan “istimewa” dengan Indonesia, menjadi perbincangan di dunia maya.
Netizen Didin Syafrudin, lewat akun Twitter-nya @HDidinS menyebut bahwa pernyataan Netanyahu itu adalah bukti bahwa Indonesia kini “disegani oleh negara lain, dan kini Israel pun sudah mengakuinya”.
Pemilik akun @sadboi yang setuju jika hubungan diplomatik antara Indonesia dan Israel dibuka menyebut bahwa Indonesia bisa diuntungkan karena kerjasama “militer dan cyber security” dengan Israel.
Sejumlah pengguna lini massa juga menyebut bahwa hubungan diplomatik akan membuat Indonesia lebih memiliki taji dalam membicarakan kemerdekaan Palestina dengan Israel.
Masukan Indonesia dinilai akan lebih dianggap.
Namun, netizen lainnya membantah pendapat itu. Misalnya pemilik akun @lilypeabody yang menyebut hubungan Israel dan Palestina “sudah sangat parah. Bagaimana bisa jadi baik cuma karena diplomatik Indonesia-Israel? Kalau bisa baikin hubungan dua negara, kenapa tidak dari dulu Indonesia yang duluan menawarkan hubungan diplomatik?” (rh)