Catatan Kuliah Hard System And Soft System

Memandang dunia sebagai sebuah sistem
> Sistem merupakan suatu kesatuan yang terdiri dari beberapa elemen yang saling terhubung dan setiap elemen memiliki kontribusinya masing-masing terhadap sistem itu sendiri serta diformulasikan untuk mencapai sebuah tujuan.

Tingkat kompleksitas permasalahan yang ada di dunia setiap harinya meningkat menjadi semakin tinggi. Masalah semakin ruwet untuk dicerna bahkan dimengerti, “masalahnya emang apa?”. Entahlah, bukan saja masalah yang terjadi di sebuah sistem yang besar (pemerintahan, industri, dll), bahkan mungkin masalah yang terjadi di sekitar kita.

Manusia sebagai individu kini sudah semakin mudah terhubung dengan banyak orang. Hal ini membuat setiap individu sering menjadi salah satu elemen pada sebuah sistem. Satu orang individu bisa menjadi bagian dari banyak sistem. Dan karenanya, banyak sistem yang secara tidak langsung beririsan dengan sistem lainnya. Pusing? Bayangkan sistem tadi sebagai “lingkaran pertemanan”.

Lingkaran pertemanan pada dasarnya merupakan contoh sebuah sistem, APABILA diharapkan mencapai tujuan tertentu. Saling membahagiakan anggota di dalamnya, misal. Sudah jelas untuk organisasi atau kepanitiaan, itu bisa dianggap sebagai sebuah sistem. Setiap elemen yang ada di dalamnya saling terhubung dan satu sistem tersebut mengarah pada sebuah tujuan.

Sudah mengerti tentang sistem?

Saya ajak untuk mengenal “reaktif”.

Ketika dirimu mendapatkan informasi tertentu tentang temanmu, apa reaksi mu? Misal tau teman kita sakit, reaksi kita langsung menanyakan mengapa sakit. Tapi sayang, tak selamanya menjadi reaktif seperti itu, mendatangkan pada hasil yang memuaskan. Terkadang bukan menyelesaikan masalah, malah menambah masalah baru.

Dosen saya pernah memberi contoh mengenai reaktifnya pemerintahan Indonesia. Tebak apa yang dijadikan sebagai contoh? Sebuah fasilitas yang sering saya sendiri nikmati untuk bisa berpergian dari kota saya menuju Kota Jakarta

Jalan Tol Cipularang. Masalah awalnya mengapa dibangun ini sesederhana karena waktu tempuh ke ibu kota cukup lama dan salah satu yang cepat, kereta, pelayanannya tidak memuaskan dan banyak sekali hal yang harus di maintenance oleh para pengurusnya dan tak jarang menelan biaya yang lumayan. Akhirnya dibangunlah cipularang sebagai jawaban atas permasalahan tersebut.

Efeknya masif. Industri otomatif memang menjadi lebih maju. Namun akhirnya apa? Jumlah kendaraan menjadi lebih banyak. Nyatanya waktu tempuh memakai kereta dan kendaraan pribadi menggunakan cipularang, lebih singkat kendaraan pribadi. Sehingga orang-orang cenderung menggunakan kendaraan pribadi daripada kereta. Kemacetan sering kita temui pula di jalan tol Jakarta-Cikampek yang notabene menjadi salah satu jalur logistik.

Masalah di atas merupakan contoh dari reaktifnya pemerintahan Indonesia saat itu sekaligus buruknya pemahaman mengenai Hard System di Indonesia.

Lalu apa sih itu Hard System? Sederhananya, sistem yang goals-nya mudah dikuantifikasi. Kebijakan yang dibuat pada kasus tersebut, rasanya bisa dihitung-hitung. Walaupun tidak mudah. Namun relatif variabel-variabelnya mudah didefinisikan dengan angka. Dan kita masih sering banyak berkutat dengan Hard System. Padahal hard system ini merupakan sistem yang goals-nya jelas, hanya bermain angka, kita bisa tau mana solusi yang optimal.

Lalu bagaimana dengan lawannya, soft system?

Soft System masalahnya ill-define. Sulit untuk dedifinisikan. Bahkan setiap orang bisa memiliki pandangan masing-masing. Mungkin cenderung pada masalah sosial yang sulit untuk didefinisikan variabel-variabel di dalamnya. Solusinya pun tidak jelas mana yang mendatangkan jalan yang paling optimal. Namun soft system sangat bisa digunakan untuk proses belajar. Mengetahui apa yang bisa dan tidak bisa terjadi di sistem tersebut. Mengetahui pola perilaku masyarakat mungkin contohnya.

Salah satunya yang menjadi permasalahan dan didekati dengan soft system approach yakni terkait kebebasan individu yang dijunjung tinggi di negeri sana yang mendatangkan banyak masalah baru seperti kekurangan warga negara karena pernikahan bukan sesuatu yang diindahkan. Orang-orang cenderung menjauhi komitmen, karena sesederhana, ribet. Tingkat perceraian bahkan bisa lebih dari 50%, karena dibuat sangat mudah.

Masih banyak faktor lain yang membuat kurangnya populasi. Pernikahan sesama jenis misal. Iya mungkin mereka mengclaim bisa mengadopsi anak, tapi kalau semua orang menikah sesama jenis, siapa yang akan memproduksi anak? Maka kebebasan individu ini lambat laun menjadi sebuah masalah di negeri sana.

Bagaimana dengan masalah-masalah dalam soft system di Indonesia? Ya sama saja. Masih banyak. Ilmu-ilmu sosial bahkan di negeri ini dinomor duakan. Padahal sudah jelas-jelas, banyak sekali permasalahan sosial di Indonesia. Bahkan mungkin merupakan sistem yang lebih ruwet lagi. Tapi pendidikan kita jahat. Anak IPA dibuat lebih keren dibanding anak IPS. Jadi tidak keren kalau hanya mendalami ilmu sosial.

Akhirnya kita sama-sama tahu bahwa masih banyak permasalahan di negeri ini. Entah itu dibagian hard system maupun soft system. Jangan memandang itu sebagai hambatan, justru lihat sebagai peluang berkontribusi. Jangan takut kehabisan lapangan pekerjaan di negeri ini, karena masalah masih banyak, yang artinya kerjaan pun masih banyak.

Catatan kuliah merupakan sebuah tulisan yang saya tulis berdasarkan apa yang saya dengar dan pahami saat kuliah. Jika terjadi sebuah kesalahan, maka kesalahan itu bukan terletak pada dosen, tapi salah ada pada pemahaman saya. Karena dosen selalu benar. Haha.